Sunday, November 1, 2015

POTENSI DAN PENGEMBANGAN TANAMAN KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BIOETANOL DALAM MENDUKUNG PROGRAM DESA MANDIRI ENERGI

Energi merupakan salah satu kebutuhan penting, termasuk di Indonesia. Kebutuhan energi Indonesia antara lain untuk sektor industri, rumah tangga, transportasi, pemerintah, dan komersial. Kebutuhan energi ini menyebabkan kenaikan terhadap permintaan bahan bakar fosil. Padahal bahan bakar fosil hanya tersedia pada wilayah tertentu dengan jumlah yang terbatas dan semakin berkurang (Agarwal, 2006).

Bahan bakar fosil seperti minyak bumi harganya semakin meningkat. Bahan bakar fosil juga termasuk bahan bakar tidak terbarukan dan kurang ramah lingkungan karena memberikan kontribusi terhadap akumulasi gas pencemar udara, khususnya karbondioksida (CO2) ke lingkungan (Chisti, 2007). Gas CO2 ini merupakan salah satu penyumbang dari efek rumah kaca, penyebab pemanasan global. Kesadaran untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan kenaikan harga bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan untuk memproduksi dan mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) (Rogers, 2006).
Biofuel yang diperoleh dari biomassa tumbuhan pertanian merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil tersebut (Chisti, 2007). Biofuel yang banyak dikembangkanadalah biodisel dan bioetanol. Namun produksi bioetanol lebih besar dibandingkan dengan biodisel karena bietanol lebih ramah lingkungan. produksi bioetanol dunia bahkan meningkat tajam pada dekade terakhir (1975-2005) dengan produksi hampir 40 miliar liter per tahun (Henniges et al., 2006)
Bioetanol (C2H5OH) merupakan bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah (Anonim, 2007a) serta terbarukan. Bioetanol dapat dihasilkandari tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu). Selain itu, bioetanol juga dapat dihasilkan dari hasil pertanian yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi, seperti dari sampah/limbah pasar, limbah pabrik gula (tetes/mollases). Yang penting bahan apapun yang mengandung karbohidrat (gula,pati,selulosa, dan hemiselulosa). Peningkatan kebutuhan energi, semakin menipisnya bahan bakar fosil, dan pemakaian bahan baku bioetanol yang juga biasa dipakai untuk diversifikasi pangan menyebabkan perlunya ada alternatif penghasil lain selain yang telah disebutkan. Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan adalah kimpul.
Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) merupakan tanaman yang mudah ditanam dan cukup potensial. Kimpul dapat ditanam secara luas di daerah tropis dan sub tropis. Kimpul juga ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah. Bahkan, kimpul dapat juga tumbuh dalam kondisi yang berlawanan dengan kondisi kebanyakan tanaman. (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Namun, kimpul umumnya ditanam di pedesaan sebagai tanaman sela diantara tanaman palawija lain. Pemanfaatan umbi kimpul masih sebatas untuk makanan selingan dengan diolah sederhana karena umbi kimpul juga dapat menyebabkan rasa gatal. Padahal kimpul mengandung karbohidrat sekitar 34%. Kandungan karbohidrat ini berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol (Kay, 1973). Oleh karena itu, pengembangan budidaya kimpul (Xanthosoma sagittifolium) sangat diperlukan melihat potensi dan syarat tumbuhnya cukup dapat ditoleransi (mudah) untuk dijadikan alternatif sumber bioetanol. Pengembangan dilakukan melalui daerah-daerah yang berpotensi yang cocok untuk membudidayakan kimpul sehingga dapat menjadi desa mandiri energi.
By : Siti Maesaroh.

No comments:

Post a Comment